Skip to main content

Ekskul??? Maksudnya tempat Nongkrong? (2)

      Dalam artikel Ekskul??? Maksudnya tempat Nongkrong? (1) saya menyimpulkan mengikuti kegiatan Ekskul itu boleh, tiada larangan semua tergantung freewill masing-masing, yang terpenting adalah Niat. Artikel kemaren yang saya maksud tentang sebaiknya tidak mengikuti Ekskul, yaitu Ekskul yang berlandaskan Wajib dan Punishment yang mana akan menghilangkan esensi keorganisasian Ekskul itu sendiri, yang seharusnya menjunjung visi dan misi suatu organisasi malah menjadi wadah nongkrong sepulang sekolah.
EIttsss, dari kemarin setelah saya mempublikasikan "sekuel" artikel ini banyak sekali pro-kontra terhadap artikel yang saya tulis, masalahnya simple, mereka yang organisatoris tidak terima, padahal nyatanya begitu.

Untuk membenarkan atau menyalahkan argumentasi saya tentang hal-nya nongkrong, kita bahas terlebih dahulu, Apa itu nongkrong? Menurut pembaca apa? Pastilah pernah ikut nongkrong (baca, ekstrakurikuler)



Baca Juga: Untuk apa kita bersekolah??

Apasih Nongkrong itu?
      "Nongkrong di warkop yok ngopi!" begitu ajakan untuk menongkrong. Sejujurnya, saya masih kesulitan untuk mengartikan apa itu nongkrong, karena "nongkrong" itu bahasa gaul, terus bahasa baku nya? Menurut Saudara Farhan (Kontributor di blogoundrium) Nongkrong itu bahasa bakunya kumpul, berkumpul.

Dalam KBBI, kumpul/kum·pul/ v, berkumpul/ber·kum·pul/ v 1 bersama-sama menjadi satu kesatuan atau kelompok (tidak terpisah-pisah): karyawan ~ di halaman kantor untuk mengadakan upacara; 2 berhimpun; berkampung; berapat (bersidang): mahasiswa diminta ~ di auditorium untuk mendengarkan ceramah; 3 berkerumun: setiap hari banyak orang ~ di ujung jalan itu;

Duduk berkumpul-ria dan berbincang-bincang bersama teman-teman. Biasanya dilakukan sambil minum kopi juga makan. Say, nanti sore nongkrong di warkop pak Ijul yuk! Bete nih (http://kamusslang.com/arti/nongkrong)

Kalau dilihat dari aktivitas yang dilakukan pada saat nongkrong, ada yang gitaran, ngopi-ngopi, ngobrol ngalor-ngidul, yang sangat jelas kegiatan tersebut waste of time. Jadi, apakah kegiatan kumpulan di Ekskul sama dengan waste of time? Well, ga selamanya begitu kok. Ada juga kegiatan nongkrong yang memberikan manfaat, contohnya seperti mendiskusikan materi pelajaran, sharing tentang visi misi Ekskul atau apa saja yang tentunya kegiatan itu memberikan manfaat bukan nongkrong yang "tidak produktif" (tidak melakukan apa-apa) dan juga tidak kecanduan hingga melupakan waktu.

Baca Juga : Manfaat Manajemen Waktu

Sehingga, saya menyimpulkan nongkrong itu aktivitas yang bermakna ganda. Nongkrong dapat menjadi aktivitas pertukaran gagasan dan diskusi, namun nongkrong juga dapat menjadi kontra-produktif karena tidak 'benar-benar' melakukan sesuatu.

Berbicara mengenai nongkrong, tentu erat kaitannya dengan pergaulan, perilaku. Bagaimana cara kita melihat dunia dengan cara 'kita'. Seperti halnya berbahasa, Kenapa ya kita mengerti Bahasa Indonesia ketimbang Bahasa Inggris? Ada yang bisa jawab? Apa??? Lingkungan?
Krech dan Crutchfield (1954)As we have already indicated, attitudes lie behind many of the significant and dramatic instances of man behavior. It is for reason that many psychologists regard the study of attitudes as the central problems of social psychology.

Potensi Lingkungan dalam Membangun Perilaku

      Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. ~Wikipedia

Pendapat Ilmuan 
Berkas:WLANL - Marcel Oosterwijk - De Kus.jpg
Wikipedia
Senada dengan Krech dan Crutchfield, Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.

Myers (1983), perilaku adalah sikap yang diekspresikan (expressed attitudes). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan satu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), dengan rumus: B = f(P,E). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu.

Hadist Rasul
     Riwayat dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)

Kesimpulan sederhana dari hadist ini adalah kita selalu mengikuti orang-orang yang senantiasa didekat kita, baju yang kita pakai, makanan yang kita makan bahkan cara kita berjalan terkadang lebih terkait dengan karakter orang lain ketimbang karakrter diri sendiri.

Atau mungkin, kamu tidak sepaham dengan kesimpulan sederhana saya dari hadist ini, karena kamu menganggap dirimu unik, berbeda dari yang lain. Well.....benarkah?

Percobaan Brain Games
     "Apakah kamu berfikir kamu punya kontrol penuh atas tindakan dan pemikiran kamu?" menurut saya inilah rumusan masalah yang diangkat dalam acara televisi Brain Games, National Geographic Channel, dalam episode peer pressure S05E08. 
Peer pressure kalau ditranslate Tekanan Sebaya. Seperti halnya remaja, seperti saya atau mungkin pembaca yang sekarang remaja. Di usia yang lebih suka menuruti nasihat teman sebaya ketimbang nasihat guru, bahkan orang tua, dan mungkin yang lebih parah tidak taat pada risalah keagamaan. Dalam acara ini Brain Games menghadirkan bermacam 'games' dan eksperimennya dalam menjawab rumusan masalah tersebut.



Baca Juga: Penggunaan ilmu sebagai landasan penyelesaian masalah

Well, Bagaimana???
Kita sebagai makhluk sosial bukan individual, kebutuhan kita akan orang lain sangat lah penting, memberikan kritik, saran, tips, dan trik. Kebanyakan kita dapatkan dari orang lain, sehingga karakteristik kita lebih pekat kaitannya dengan lingkungan.

Misal kamu adalah orang yang kurang beruntung, hidup dilingkungan yang serba kekurangan. Secara tidak sadar, kamu pasti akan berusaha untuk keluar dari penderitaan tersebut, apapun caranya dimulai dari pilihan untuk mencuri, meminjam, mengamen, memulung sampah. Sayangya, kamu tinggal bersama masyarakat yang radikalis, secara otomatis, pilihan yang akan kamu pilih pastilah mencuri.

atau contoh simple nya Kamu seorang penikmat daging babi yang tinggal di lingkungan agamis yang mengharamkan babi. Apa kamu masih mau makan daging babinya tanpa sembunyi-sembunyi?.

contoh yang lebih real, ketika saya bersekolah menengah pertama dimana pacaran menjadi hal yang wajar, dan yang tidak memiliki pacar akan di cemooh akan kejonesannya, secara otomatis intervensi lingkungan sekolah ini membuat penulis ingin sekali untuk berpacaran.

Intinya, tidak selamanya air bersih akan selalu bersih didalam lumpur yang gembur.

Baca Juga: Berfikir objektif (1) Objektif vs. Subjektif

Karena hal itu, lingkungan dimana pun kita tinggal, kitalah yang beradaptasi akan lingkungan, bukan lingkungan yang baru beradaptasi dengan kita. Lingkungan yang baik akan membuat kita menjadi baik,vice versa. Lingkungan yang buruk akan membuat prilaku kita menjadi buruk. Mengkondisikan diri dalam lingkungan yang benar menjadi solusi agar terhindar dari kerusakan yang dilakukan lingkungan. Bukan menafikkan untuk menghindar dari lingkungan, tapi menjaga kedudukan lingkungan dan idealisme kita dengan tepat. Lingkungan harus kita bangun menjadi lebih baik, menghindar sama dengan berdiam diri, mendiamkan kesalahan adalah suatu dosa. Jikalau kita harus terasingkan itu lebih baik daripada jatuh kedalam kemunafikkan.

Kembali lagi membahas tentang ekskul, So... ga ada salah kamu ikut Paskibraka yang outputnya melatih kedisiplinan, seniorisme, ketegasan dan nasionalis. Atau PMR yang ingin mengempati bagaimana rasa sakit itu berasa, karena ga ada sejarahnya anak Paskibra itu ga nasionalis, ga disiplin. Atau PMR yang tidak empati terhadap warga sekitarnya yang sakit. Karena "It's the way of becoming" didikan sikap dan prilaku yang berada dilingkungan yang terkondisikan.

Yang menjadi masalah adalah....... "Apa lingkungannya sudah terkondisikan sesuai dengan visi misi organisasi Ekstrakulikuler???" 

Lalu, bagaimana lingkungan yang dikatakan baik dan buruk???
Tentunya yang sesuai dengan arah kamu kedepan ingin menjadi apa. Because what you want to be will shape your state of becoming

Baca Juga: Ternyata Selama ini Kita Salah Memahami Masa Depan.


Comments

Popular posts from this blog

Permainan Bola Tangan

Tau ngga sih?? Apa nama alat ukur jarak tempuh pada kendaraan bermotor?

Tahukah anda tentang zone koroko no baske itu nyata??