Skip to main content

Berpikir Sistemik dalam Menangani COVID-19 dan Menjaga Etika Profesi Teknik Elektro

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 12 Maret 2020 menyatakan situs pemantauan informasi mengenai virus corona https://corona.jakarta.go.id/ mendapat serangan DDoS. Sehingga situs informasi tersebut sulit diakses. 

"Mohon maaf, situs https://corona.jakarta.go.id sedang sulit diakses karena mendapat serangan DDoS. Saat ini sedang ditangani tim Kominfotik DKI," kicau akun Twitter resmi Pemprov DKI Jakarta, @DKIJakarta pada Kamis (12/3)[1].

Dalam web tersebut ditampilkan data terbaru ODP(Orang Dengan Pemantauan) dan PDP(Pasien Dalam Pengawasan) DKI Jakarta serta kasus terkonfirmasi positif se-Indonesia. Dari data tersebut juga ditampilkan informasi tambahan berupa informasi tentang Covid-19, seperti apa, bagaimana, dan gejala virus tersebut. Cara melindungi dan langkah ketika terinfeksi Covid-19. 

Serangan Distributed denial of service (DDoS) merupakan penyerangan untuk melumpuhkan suatu situs dengan membanjiri server dengan aliran data besa. Serangan dilakukan secara terus menerus hingga sistem tidak dapat menampung data dan akhirnya rusak[2].

Kasus penyerangan ini sangat disayangkan karena telah menyalahgunakan kemampuan di bidang IT. Tidak dapat diaksesnya sistem informasi corona DKI Jakarta dapat membuat kepanikan masyarakat karena sulitnya mengakses sistem tersebut. Meskipun saat ini Situs tersebut sudah dapat diakses kembali tapi menimbulkan kemarahan ataupun kepanikan akibat perbuatan tersebut. Bahkan, ada yang mengaitkan kejadian ini di sengaja (Playing Victim).

Apapun hal yang sebenarnya terjadi pada situs informasi Jakarta Tanggap COVID-19 itu penyalahgunaan kemampuan IT untuk melakukan hal tersebut merupakan pelanggaran etis. Sistem Informasi yang semula menjadi sistem monitoring dan pengawalan wabah virus corona atau COVID-19 agar penyebaran penyakit dapat dipantau dan ditanggapi secara cepat dan tepat menjadi tidak dapat diakses. Etika yang tidak dilihat dari seorang ahli IT yang berprofesi sebagai Hacker dalam melakukan peretesan pada web tersebut tidak melihat threat atau ancaman yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
Hacker ada yang baik dan ada yang buruk. Seorang hacker yang memiliki kode etik peretasan tentu akan memperhatikan etika dalam melakukan hacking. Membanjiri sistem informasi tanggap corona dengan DDoS yang berujung pada pelambatan server hingga tidak dapat diakses adalah hacker yang tidak memerhatikan etika hacking. 

Mengutip The Next Web (12/3/2020) para peneliti keamanan di Reason labs, Shai Alfasi mendapati pereta mulai memakai peta realtime pada situs tersebut untuk mencuri data korban. Memanfaatkan adanya wabah untuk kepentingan diri pribadi merupakah hal yang salah baik motif awalnya yaitu mencuri data dan sebabnya sehingga tidak dapat diaksesnya situs[3].

Pelanggaran etika semacam ini, menurut penulis, adalah akibat tidak adanya nalar untuk berpikir secara sistemik(Systemic Thinking). Berpikir sistemik adalah memahami perilaku sistem berdasarkan pola pada masukan dan keluaran yang ditimbulkan dari setiap unsurnya. Singkatnya, pelaku tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan akibat dari aktivitas hacking tersebut baik dampak yang ditimbulkan pada orang lain atau dampak yang ditimbulkan pada dirinya sendiri.
Seperti yang diketahui bahwa virus corona ini belum ditemukan vaksinnya dan masih dalam tahap pengembangan. Pelumpuhan server tanggap informasi itu atau memanfaatkan keadaan untuk mencuri data sehingga dapat menyebabkan gangguan dapat menimbulkan lambatnya baik penanganan ataupun 
antisipasi medis dalam menangani wabah ini dan juga kepanikan masyarakat yang timbul. 

Apabila sampai ada ‘kebobolan’ dalam mengawasi wabah ini dan tidak terantisipasi ini merupakan bencana yang besar dan dapat menyebabkan banyak orang yang mati akibat virus ini. Untuk memahami betapa pentingnya sistem pengawasan ini, kita perlu belajar berpikir sistemik untuk memahami sistem yang bernama “pandemik” kita pun harus meninjau dan membuat model dari pandemik-pandemik yang sebelumnya pernah terjadi. Pada Perang Dunia 1, Flu Spanyol menimbulkan 50 juta korban jiwa, saat itu situasi sedang perang dan ada wabah sehingga penganganannya tidak efektif. Berbeda dengan saat ini dimana teknologi medis sudah maju dan ada teknologi informasi yang menyebabkan cepatnya akses dan cepatnya penanganan sedini mungkin. Kita dapat berkaca bahwa wabah pandemik seperti black death atau pun Polio dapat dienyahkan setelah ilmu medis maju. Meskipun begitu, kita tidak apakah wabah yang satu ini dapat kita enyahkan juga dengan kemajuan teknologi saat ini. Untuk itu kita perlu memahami masalah sistem sebenarnya (befikir sistemik) dan tidak menganggu aktivitas sistem yang membawa kebaikan ini. 

Semoga Wabah COVID-19 ini segera berlalu Aamiin......




Donny Prakarsa Utama
3332170032
Take Home Test UTS MK Etika Profesi
Menjadi Program Studi yang Unggul dalam Bidang Energi Listrik, Instrumentasi dan Kendali, Telekomunikasi dan Komputer Pada Tahun 2020.

Comments

Popular posts from this blog

Permainan Bola Tangan

Tau ngga sih?? Apa nama alat ukur jarak tempuh pada kendaraan bermotor?

3D Rotational Matrix (Matriks rotasi 3 dimensi) Roll, Pitch, dan Yaw