Pendahuluan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Blusukkan merupakan terminologi yang populer digunakan oleh masyarakat luas
akhir-akhir ini. Blusukkan itu sendiri, mengacu pada pengertian suatu aktivitas
turun kelapangan yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mengetahui kondisi lapangan
yang ia pimpin.
Perlu kita ketahui, mungkin istilah ini populer setelah seorang pemimpin
negara kita, Pak Jokowi, sering melakukan aksi turun kelapangan untuk melihat
kondisi daerah yang ia pimpin. Baik pada saat menjadi Walikota Solo, maupun
saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Beliau bahkan tidak segan-segan beliau masuk
ke gorong-gorong, untuk membuktikan bahwa dirinya adalah sosok yang merakyat,
untuk membuktikan bahwa dirinya merupakan sosok yang mau turun ke lapangan, dan
membantu menyelesaikan masalah yang ada di lapangan.
Namun tahukah anda, jauh sebelum sosok presiden kita, ada sosok yang jauh
lebih “merakyat” lagi dalam menjalankan pemerintahannya, ada sosok yang jauh lebih
“blusukkan” lagi dalam kesehariannya sebagai pemimpin. Ya, sesuai dengan
judulnya, beliau adalah Umar bin Khattab sosok pemimpin yang sangat merakyat dan
sangat suka sekali blusukkan.
Bicara soal merakyat, tak perlu diragukan lagi. Umar bin Khattab merupakan
sosok yang sangat peduli terhadap rakyatnya. Bicara blusukkan, tak perlu lagi
ditanyakan, hampir setiap harinya beliau blusukkan untuk mengetahui kondisi
rakyatnya. Beliau melakukan blusukkan, bukan hanya sekedar blusukkan, bukan
hanya ingin membuktikan kepada masyarakatnya kalau beliau merupakan sosok yang
merakyat, yang peduli rakyatnya. Akan tetapi, beliau langsung memberikan aksi
nyata! Dalam hitungan hari, masalah selesai! Tak peduli apakah mendapat citra
baik ataukah tidak. Berikut, blusukkan-blusukkan yang dilakukan oleh khalifah
umar bin khattab.
Blusukkan Sayyidina Umar
Blusukkan di Pasar
Di dalam sebuah tataran masyarakat, terdapat beberapa sistem yang
melingkupinya. Mulai dari sistem sosial, politik, hankam, ekonomi, dll. Salah
satu sistem-sistem tersebut yang berperan penting adalah sistem ekonomi. Dengan
adanya sistem ekonomi yang baik, maka sektor-sektor yang selainnya pun akan
menjadi baik. Bahkan di dalam suatu study di sebutkan bahwa kemajuan suatu
bangsa bisa dilihat dari sistem ekonominya, jika ekonominya maju, maka bangsa
itu bisa dikatakan sebagai bangsa yang maju pula. Sebaliknya, jika ekonominya
lemah, maka bangsa tersebut juga bisa dikatakan sebagai bangsa yang lemah.
Ternyata, sistem penting ini tak luput dari pandangan sanga khalifah Umar
bin Khattab. Beliau juga menaruh perhatian besar pada sektor ekonomi, khususnya
pada saat itu yang masih berkembang adalah tempat jual beli, atau biasa kita
sebut sebagai pasar.
Pada masa pemerintahan beliau, pasar sudah banyak berperan dalam kehidupan
sehari-hari. Kegiatan jual beli hampir setiap hari dilakukan, untuk membeli
kebutuhan-kebutuhan pribadi atau kebutuhan rumah tangga yang selainnya. Pernah
suatu saat, umar melakukan blusukkan ke pasar, meneliti keadaan yang terjadi di
tengah arena jual-beli itu. Setelah beberapa lama umar berkeliling pasar, umar menemukan
ada seorang pedagang yang tak tau cara berjual beli, hingga ia melakukan kesalahan
dan merugikan konsumennya sebanyak 2 kali karena ketidaktahuannya itu. Melihat adanya
pedagang yang tak paham itu, ia merasa ini adalah sebagai masalah. Jika
diteruskan, tentu akan berdampak buruk bagi masyarakat yang ia pimpin. Perdagangan
akan hancur, dan kekuatan ekonomi masyarakat akan melemah.
Sesaat setelah kejadian itu, beliau kemudian memikirkan jalan keluarnya. Tak
selang berapa hari, beliau memiliki ide yang sangat brilian. Ia merasa perlu
dibuatnya suatu pengawas pasar. Tugasnya adalah mengawasi jual beli yang
dilakukan, menjelaskan cara berdagang yang baik pada pedagang pemula, serta menuntun
orang yang tak mengerti suatu barang. Ini bertujuan supaya jangan lagi ada tindak kecurangan dalam perdagangan, yang
hanya menguntungkan satu pihak, tapi merugikan yang selainnya. Dalam perdagangan
harus bisa sama-sama untung, agar tidak terjadi kecurangan.
Kemudian untuk mewujudkan ide itu, dipilihlah syifa. Ia adalah seorang wanita
paruh baya yang dipercaya oleh sang khalifah untuk mengawasi pasar. Tentu pemilihan
ini bukan semata-mata asal pilih saja, melainkan beliau telah memahami karakter
dan kepribadiannya. Beliau sangatlah ahli dalam bidang perdagangan, sangat paham
barang, yang mana yang bagus dan yang mana yang tidak. Beliau sangat jujur,
sehingga amirul mukminin memberikan kepercayaan kepadanya. Setelah pengawas itu
ditunjuk, ia mulai bekerja mengawasi pasar dengan seksama.
Biasanya setelah dikirim seorang delegasi, sang pemimpin akan beralih pada
urusannya yang lain. Sehingga ini menimbulkan pertanyaan kepada sang khalifah
umar. Menurut pembaca, apakah setelah khalifah seorang pengawas pasar, apa beliau
berhenti untuk blusukkan ? Ternyata tidak saudaraku! beliau terus melakukan
blusukkan, memantau, mengontrol dan kemudian menemukan bahwa syifa, sang
pengawas pasar sedang menindak orang yang melakukan kecurangan atas perdagangannya,
namun sang pedagang malah melawannya. Pada saat itu juga, khalifah Umar
langsung menindak pedagang tersebut, dan memberikan peringatan kepada yang lain
untuk tidak berbuat curang, serta mengukuhkan bahwa syifa merupakan orang
pilihannya untuk mengawasi pasar disana.
Andaikan, umar berhenti setelah ia memilih syifa sebagai pengawas saja. Masalah
kecurangan itu bisa jadi masih ada. Terbukti ketika ada pedagang yang ditindak
oleh syifa, sang pengawas pasar, pedagang tersebut masih melawan. Namun, karena
dia melakukan blusukkan terus menerus, maka ia bisa mengetahui keadaan dilapangan,
dan akhirnya bisa menyelesaikan masalah tersebut pada saat itu juga.
Blusukkan ke tempat terpencil
Dalam kisahnya pula, sayyidina umar pernah melakukan blusukkan ke tempat
yang terpencil. Ia berjalan kaki berkilometer jauhnya, untuk mengarungi daerah
kepemimpnannya, untuk mencari tahu permaslahan
yang sedang dialami oleh masyarakat di derahnya. Setelah berjalan jauh, beliau
bertemu dengan seorang wanita miskin yang hidup di sebuah gubug yang sangat
renta, ditiup angin pun tak kuat untuk menghadangnya. Sungguh tak layak gubug
itu untuk dijadikan tempat tinggal. Pada saat itu, khalifah umar mengira bahwa
wanita tersebut merupakan mengembara yang sedang berhenti di wilayahnya.
Ketika umar melihatnya, wanita itu sedang memasak air diatas tungku api
kayu bakar, sambil mengaduk-aduknya terus menerus. Ternyata ia tak sendirian,
di dalam gubug tersebut, ada 3 orang anaknya yang sedang menangis karena
kelaparan. Umar merasa prihatin melihat kondisi wanita itu. Kemudian ia
mengajak kepada ajudannya untuk mendekatinya “Sepertinya, mereka pengembara
yang sedang beristirahat, ayo kita dekati”. Kemudian setelah itu, dia mendekati wanita itu dan berkata “Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam” jawab wanita itu.
“bolehkah saya mendekat?”
“Silahkan, jika anda membawa kebaikan.” Dia menjawab dengan singkat. Wanita
tersebut tidak mengenal sama sekali seperti apa umar, ia hanya mengetahui
namanya dan jabatannya sebagai khalifah. Karena itulah ia biasa-biasa saja
ketika ditanya demikian, bahkan cenderung jutek dengan menjawab dengan singkat.
Kemudian umar mendekatinya, dan melihat ternyata anaknya sedang menangis. Ia
kembali bertanya “kenapa anak-anakmu menangis?”
“Mereka lapar” Ia menjawab dengan polosnya. Umar sangat kaget mendengar perkataan
itu, dan kembali bertanya, “apa yang kau masak itu?”. “Air, aku berusaha menghibur
mereka supaya mereka tahu bahwa ada makanan yang sedang aku masak untuk mereka,
sampai mereka lupa dan tertidur, Allah yang akan mengadili umar karena sudah
membiarkan kami susah makan seperti ini” mendengar perkataan wanita itu, sang ajudannya
berusaha menjelaskan kepada wanita itu. Belum mengucapkan satu kalimat, umar
menahannya. Dan kembali menanyakan kepada sang wanita itu “Bagiamana umar bisa
mengetahuimu?”.
“Ia pemimpin kami, tapi ia tak memperhatikan kami”.
Mendengar teriakkan kecil wanita itu, Sayidina umar merasa tertampar dalam
hatinya, ia merasa sangat berdosa atas apa yang dikatakan oleh wanita itu.
“Baiklah. Akan kuambilkan sesuatu untukmu. Tunggu disini”
Setelah itu, umar kemudian berjalan kaki berjam-jam untuk sampai ke tempat
penyimpanan gandum, dan kemudian beliau mengambil satu karung gandum dan
memanggulnya sendiri untuk diberikan kepada sang wanita tersebut. Seorang diri
saudaraku! Seroang pemimpin besar, memanggul suatu karung besar seorang diri,
padahal bisa saja dia menyuruh anak buahnya untuk mengangkatnya, atau ajudannya
yang setia kepadanya. Tapi Sang khalifah lebih memilih untuk menangkutnya
sendiri. Bahkan saat sang ajudannya meminta untuk membawakan karungan gandum
tersebut, sang khalifah menolak, dan bertanya dengan sedikit marah “maukah kau
menanggung bebanku di hari kiamat?!”
Dengan tertatih ia memanggul beban gandum yang sangat berat itu di punggungnya.
Ia berjalan menyusuri kota, menuju tampat sang wanita berada, membawakan kabar
bahagia, bahwa hari ini ia bisa memberikan makan kepada anaknya.
Setelah berjalan berjam-jam lamanya, sekarung gandum sudah sampai ke tempat
tersebut pada malam hari, dan kemudian sang khalifah memberikan gandum tersebut
kepada sang wanita itu. Pada saat tiba di tempat tersebut, ternyata tidak hanya
di berikan, beliau juga memberikan ilmu pengetahuan tentang memasak gandum yang
benar. Bahkan beliau juga membantu memasaknya, sampai makanan itu jadi, dan
bisa dimakan oleh ketiga anaknya itu.
Lagi-lagi blusukkan yang dilakukan melahirkan sebauh pemecahan masalah yang
nyata. Mungkin, jika ia tidak blusukkan sampai ke tempat terpencil itu, ia tidak
akan menemukan wanita ini. Dan anak-anaknya sudah mati kelaparan. Namun, berkat
kebiasaannya dalam melakukan blusukkan, dia mengetahuinya, dan langsung menjadikannya
data masalah yang harus diselesaikan.
Mengetahui curhatan wanita saat blusukkan di malam hari
Khalifah Umar bin Khattab tidak mengenal jam kerja. Jam kerja yang di pakai
saat ini di Indonesia adalah 8 jam sehari. Ini mengacu pada jam kerja minimum
dimanapun setelah adanya revolusi pekerja yang terjadi di Inggris. Katakanlah
jam kerja seorang pemimpin dimulai dari jam 7 pagi kemudian di selang istirahat
satu jam di siang hari, itu berarti jam kerja kita berakhir pada jam 4 sore. Itu
artinya, seorang pemimpin pun, jika mengacu pada jam kerja tersebut, hanya akan
melakukan blusukkan, dari jam 7 pagi, sampai jam 4 sore. Namun aturan jam kerja
itu tidak berlaku bagi sayyidina Umar, beliau tidak mengenal jam kerja.
Baginya, jam kerjanya adalah seumur hidupnya menjadi pemimpin. Baginya, selama
nafas beliau mengalir di dalam jabatannya sebagai seorang pemimpin, selama
itulah ia harus bekerja. Tentu ini tak terlepas dari sisi kemanusiaannya yang
harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya sendiri.
Seperti kita tahu, salah satu kebiasaan yang Umar lakukan selama menjadi
pemimpin adalah, melakukan blusukkan. Blusukkan yang umar lakukan, tidak
terhenti pada jam kerja saja. Beliau tidak kenal waktu melakukan untuk
melakukan blusukkan. Pagi, siang, sore, malam, beliau keliling kepada warga-warganya,
untuk mengetahui kondisi yang seadang dialami warganya pada saat itu.
Pada suatu malam, pernah Umar bin Khattab bersama ajudannya berkeliling ke
Kota pada malam hari, dan kemudian melintas di sebuah rumah salah satu
warganya. Umar yang pada saat itu melintas, tak sengaja mendengar suara seorang
wanita yang ada di rumah tersebut. awalnya umar ragu untuk mendengarnya, karena
di khawatirkan itu merupakan masalah pribadinya. Namun setelah didengar semakin
lama, ternyata itu wanita itu ternyata sedang mengungkapkan keluh kesahnya di
tinggal suami pergi berperang. Dia sedang merindukan suaminya.
Setelah “menguping” wanita itu, umar langsung memikirkan bagaimana
pemecahannya. Dan pada saat itu juga, umar langsung membuat suatu kebijakan
yang memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan istri-istri yang ditinggal
suaminya berperang. Keesokan harinya, ada seorang utusan khalifah yang datang
kerumahnya untuk memberikan sebuah bingkisan dari sang khalifah, dan
menasihatinya supaya bersabar dalam menghadapi tantangan hidup ini. Dan itu
tidak hanya diberikan kepada wanita tersebut, tapi itu juga berlaku kepada
seluruh penduduk yang ditinggal suaminya pergi berperang.
Blusukkan pada Tahun Abu
Blusukkan umar terus dilakukan, hampir setiap hari dilakukannya, pagi,
siang, sore, malam, beliau terus melakukan blusukkan, mencari data masalah
untuk diselesaikan, sampai-sampai beliau tidak memperhatikan kesehatannya
sendiri. Dalam sejarah, pemerintahan umar bin khattab pernah mengalami masa
yang amat mengerikan. Masa itu dikenal dengan nama Tahun
Abu. Pada masa itu terjadi kemarau yang berkepanjangan. Sumber-sumber air
mengering, tumbuh-tumbuhan pada mati, hewan-hewan ternak semakin lama semakin
sedikit, yang gemuk menjadi kurus kering, yang kurus mati karena kelaparan. Bahkan,
karena semakin sedikitnya sumber daya alam, tak sedikit pula umat muslim yang wafat
karena kelaparan dan kehausan.
Ternyata kondisi cuaca yang demikian ekstrem ini dirasakan pula oleh sang
khalifah, pada saat itu khalifah sudah mulai mengalami sakit. Badannya yang
tadinya gemuk, kini menjadi kurus. Akan tetapi, dengan keadaan seperti itu,
bukannya sang khalifah lebih banyak menjaga kesehatannya, tapi beliau malah
lebih sering lagi melakukan blusukkan. Dengan tidak memperdulikan kondisi
fisiknya terhadap kondisi dirinya itu, pernah istrinya menegurnya pada saat
umat hendak blusukkan tengah malam “Wahai umar, sampai kapan kau akan terus
seperti itu. Tidakkah kau lihat, kau menjadi lebih kurus dari sebelumnya?”,
sayyidina umar menjawab “Aku harus tau keadaan rakyatku saat ini”
Saat itu, ia melakukan blusukkan ditengah malam yang dingin dan berdebu. Dia
melihat kondisi lingkungan sekitar kota, memastikan bahwa rakyatnya bisa
bertahan dalam menghadapi cobaan ini. Kemudian melihat kondisi yang semakin
parah, beliau menghubungi saudara-saudaranya yang memipmin di daerah lain untuk
membantunya mengirimkan bantuan makanan dan minuman, demi menjamin
kesejahteraan rakyatnya.
Kesimpulan dan Hikmah
Itulah sedikit kisah tentang blusukkan yang dilakukan oleh khalifah umar
pada masa pemerintahannya. Sejujurnya, perlu saya sampaikan kepada pembaca
bahwa tentu kisah blusukan khalifah umar bin khattab itu sangatlah banyak
sekali, tak terhitung berapa kali beliau melakukan blusukkan, tak terhitung apa
saja permasalahan yang diselesaikan setelah blusukkan. Saya memohon maaf,
karena keterbatasan saya, saya tidak bisa menampilkan kisah blusukkan sayyidina
umar yang selainnya.
Jika kita ambil hikmah dari blusukkan yang dilakukkan oleh sayyidina umar,
bisa kita ketahui bahwa blusukkan itu sejatinya bukanlah merupakan sebuah hal
yang bisa dijual kepada masyarakat. Blusukkan seharusnya tidak dijadikan alat
untuk pencitraan belaka. Tapi blusukkan adalah sebuah alat penelitian di
masyarakat, untuk mengetahui problema yang terjadi di sebuah tataran masayrakat
sampai ke akar-akarnya. Dengan data permasalahan itulah, seorang pemimpin bisa
mengambil tindakan yang tepat untuk memperbaikinya, untuk menjadikan masyarakat
yang dipimpin bisa menjadi lebih baik. Bisa jadi, jika sayyidina umar pada saat
itu tidak melakukan blusukkan, dia tidak akan mengetahui permasalahan yang
terjadi, dan beliau bisa jadi tidak sebaik itu dalam memimpin masyarakatnya.
Akhirul kata, saya mohon maaf jika
ada kata-kata yang salah atau kurang berkenan dalam penulisan diatas. Jika
saudara berkenan, boleh kiranya saya meminta untuk dikoreksi oleh saudara.
Sedikit mengutip kata-kata beliau yang sangat brilian “orang yang paling
saya cintai adalah orang yang menunjukkan kesalahan saya”. Maka dari itu, mari
kita sama-sama mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Tak perlu takut, tak
perlu sungkan dalam mengingatkan. Tuhan sudah memerintahkannya dalam Q.S al-asr
untuk saling mengingatkan di dalam kebenaran, dan mengingatkan di dalam
kesabaran, watawa shaubil haq, watawa shaubis shabr.
Terimakasih, wassalamualaikum wr. Wb.
Find me at :
Email : ms.farhan82[at]gmail.com
Twitter :
@FarhanMardian
Comments
Post a Comment