“Apa Lo bilang! gua nyontek?? Lo jangan asal ngomong
dong, mana buktinya!!!” Suara Andre yang sedang berdebat dengan Boby, terdengar
jelas sampai keluar kelas.
“waduh, buktinya apa yah, Bu Prita kan tadi ngga
ngasih tau buktinya” Sesaat Boby bergumam dalam hati. Namun gumaman itu tidak
ia hiraukan. “Alah, udah ngaku aja, lo nyontek kan?? gue tau dari Bu Prita!
Tadi pas lo lagi di kantin bu prita ngomong gitu ke gue, temen-temen kelas juga
pada tau ko, mana mungkin Bu Prita bohong!” Boby langsung mengelak dengan nada
melecehkan.
Dengan sedikit kesal Andre mencoba meyakinkan
“Lo ngga percaya banget Bob, ngapain juga gue bohong?? Ngapain juga gua
nyontek?? Apa coba untungnya bagi gua??”.
“Yaelah ndreeeee,, udah jelas-jelas bu prita yang
bilang kalo lo nyontek, pake ngelak segala lagi.. hhh” Boby menggelengkan
kepala dengan senyum yang meledek.
“yaudah lah terserah lo deh Bob.
Kalo lo ngga percaya sama gua, mending lo gausah anggep gua temen lo lagi!”
Andre berjalan keluar kelas dengan wajah kesal dan kecewa dengan perilaku
temannya..
Sejak saat itu
hubungan pertemanan Andre dan Boby mulai renggang. Andre dan Boby yang dulunya
berteman akrab, saling bertukar pikiran dalam memecahkan masalah, saling
membantu ketika ada kesulitan. Karena masalah sepele itu, kini mereka seperi
orang yang tidak saling mengenal. Saling acuh satu sama lain, ngga peduli
apakah Andre lagi ada masalah, atau Boby lagi ada kesulitan. Dan Sampai
kenaikan kelas, Andre tidak pernah terbukti menyontek pada ujian keseniannya.
****
Secuplik dialog tersebut, sengaja saya munculkan untuk
menggambarkan animo masyarakat modern saat ini yang lebih mengarah kepada
berfikir praktis, langsung menerima dengan bulat ketika menerima suatu
informasi dari orang yang dipercaya olehnya, tanpa dilihat terlebih dahulu
kebenaran dari informasi tsb.
Ini yang biasa
disebut sebagai berfikir subjektif, berfikir berdasarkan apa yang dikatakan
oleh seseorang, tidak berdasarkan fakta yang ada. Kebalikan dari berfikir
subjektif ialah berfikir objektif, berfikir objektif ialah berfikir yang
berdasarkan fakta yang ada, dan secara logis bisa dipertanggung
jawabkan. Perbedaan yang mencolok antara subjektif dan objektif bisa kita
lihat pada cerita seorang anak Sekolah Dasar yang bisa menandingi kecerdasan
Einstein.
Begini ceritanya..
Suatu hari, seorang anak SD menantang einstein untuk mengadakan sebuah
penelitian. Keduanya melakukan penelitian yang sama, yakni membuktikan apakah
merokok bisa menimbulkan penyakit atau justru menimbulkan kesehatan (rokoknya
itu rokok konvensional/rokok yg biasa di konsumsi). Keduanya melakukan
penelitian dengan sangat teliti dan saksama. Hari demi hari mereka lalui di
dalam laboratorium penelitian, mereka bekerja keras demi tercapainya hasil yang
maksimal. Sampai ketika waktu penelitian sudah habis, mereka telah selesai
melakukan penelitiannya, terlihat keduanya sangat lelah dan sangat
bersungguh-sungguh dalam melakukan penelitian ini. Akan tetapi, ketika
dipresentasikan hasilnya, hasil penelitian keduanya memiliki kesimpulan yang
jauh berbeda. Einstein bilang bahwa merokok itu justru bisa menimbulkan
kesehatan, sedangkan sang peneliti cilik menyimpulkan bahwa rokok akan
menimbulkan banyak penyakit yang berbahaya. Dan untuk mengetahui respon
masyarakat, hasil penelitian mereka dipublikasikan kepada masyarakat beserta
orang yang menelitinya siapa.
Dan
apa respon masyarakat mengenai hal ini???
Ada yang mempercayai hasil penelitian Einstein, dan ada juga yang mempercayai hasil penelitian sang peneliti cilik. Mereka yang mengatakan bahwa einstein benar beralasan, "karena yang melakukan penelitian ini sudah terpercaya, ilmunya sudah tingkat tinggi, sehingga tidak mungkin dia salah dalam meneliti, ngga bisa dibandinginlah sama anak SD". Sedangkan orang yang berpihak pada peneliti cilik, beranggapan bahwa apa yang dinyatakan oleh peneliti cilik ini benar, sedangkan apa yang dinyatakan oleh einstein ini salah. kebanyakan dari mereka berpendapat "masa iya rokok bisa menimbulkan kesehatan, belum ada sejarahnya broo!!"
Naahh,, Sudah bisa
dipahami kan ya? yang mana yang subjektif, dan yang mana yang objektif? yang
mengatakan bahwa Einstein itu benar merupakan orang yang subjektif, dan orang
yang mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh peneliti cilik tsb merupakan hal
yang benar merupakan orang yang objektif, karena melihat dari faktanya. tidak
perduli siapa yang mengatakan itu. jika benar, ya benar. jika salah, ya salah.
begitulah realitas subjektif dan objektif.
*****
Berbicara mengenai
berfikir praktis dan subjektif, memang ini menjadi kebiasaan buruk masyarakat
kita. Tapi sebetulnya, kita bisa saja bersikap praktis dan juga subjektif
terhadap suatu informasi dari seseorang. Asalkaann,, yang kita “subjektifin”
itu sudah mutlak benar, sudah pasti benar 100%. Seperti subjektif kita kepada
Allah. Saya rasa tidak masalah jika kita subjektif terhadap Allah, karena
memang, Allah itu Maha benar, dan pasti benar*. Akan tetapi, informasi yang
kita terima ini datangnya dari manusia, yang relatif, bisa benar dan bisa juga
salah, tidak ada yang bisa menjamin setiap manusia itu selalu benar. Jadi,
ketika kita subjektif terhadap seseorang, maka belum tentu informasi yang
disampaikan orang tersebut benar, bisa jadi salah. Kalo bahasa gampangannya sih
“iya kalo yang dia omongin itu bener, lah kalo yang di omonginnya itu salah??
kan berabe, bisa jadi fitnah tuh!”.
Sehingga, ketika kita berfikir subjektif, akan
berdampak kepada ketidakjelasan suatu informasi, bisa jadi informasi itu benar,
dan bisa jadi tersebut salah. Bahkan, mungkin informasi tsb merupakan fitnah.
Tentu hal ini tidak kita inginkan. Tentu kita tidak ingin menjadi seorang yang
mempercayai fitnah. Bukan begitu?? Tapi masalahnya tidak sampai disitu saja,
yang menjadi masalah terberat adalah, ketika kita mempercayai suatu fitnah,
maka akan kita sangat berpotensi untuk menyebarkan fitnah tsb.
Bukankah fitnah lebih kejam daripada pembunuhan??
Pikiran memengaruhui perilaku.
Seperti contoh, ketika seseorang berpikiran bahwa dia
tidak akan mendapatkan nilai yang bagus tanpa menyontek, maka perilakunya akan
mengarah kesana. Dia akan malas belajar, dan akan mengandalkan “keahlian”
menyonteknya untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Setiap perilaku, akan mengarah kepada apa yang
dipikirkannya.
Hal ini juga yang dialami oleh Boby, bagaimana
perilaku boby dipengaruhi oleh pikirannya. Ketika boby percaya dan membenarkan
apa yang dikatakan oleh Bu Prita, maka dia berperilaku sedemikian rupa (tidak
percaya kepada Andre, menganggap andre pencontek, dsb.)
Dari pemaparan diatas, saya hendak menunjukkan bahwa
apa yang dipikirkan oleh Boby, menghasilkan perbuatan. Artinya, dampak yang
dihasilkan oleh berpikir subjektif ini tidak hanya sebatas pemikiran saja
(fitnah), tapi sampai ke tataran dampak perilaku (Dampak fisik)
Dan apa dampak secara fisik dari berfikir subjektif
yang dilakukan oleh Boby?? Ya, pertemanan antara Boby dan Andre menjadi kacau,
mereka yang tadinya berteman dekat, jadi renggang, mereka yang tadinya saling
akrab, jadi tidak mengenal satu sama lain. Sehingga secara logis, sudah jelas
bahwa berfikir subjektif akan berdampak pada keburukan. Dan pasti, ketika
sesuatu itu mengarah pada keburukan, akan dilarang. Dan larangan ini pasti
disepakati oleh semua manusia, karena secara fitroh, manusia akan menjauhi apa
kesengsaraan.
Mengenai larangan ini, Allah sudah memerintahkan kita
untuk tidak berfikir subjektif. Hal ini tertuang di dalam Q.S 10:36 yang
artinya :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali
persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk
mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.”
(Q.S. Yunus : ayat 36)
(Q.S. Yunus : ayat 36)
Dan ini juga tertuang dalam Q.S. 17:36, yang artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”
(Al-Isra : ayat 36)
(Al-Isra : ayat 36)
Dari kedua ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah
melarang kita untuk berperilaku subjektif, dan memerintahkan kita untuk berbuat
yang sebaliknya, yakni bersikap objektif. Bahkan di dalam ayat tersebut, Allah
memerintahkan kita untuk berbuat objektif secara umum. Artinya, berperilaku
objektif harus di tempatkan di setiap hal. Tidak hanya pada hal tertentu saja.
Saya jadi membayangkan, seandainya Boby memandang
informasi yang diberikan oleh Bu Prita dengan objektif, mungkin tidak akan
terjadi dampak yang demikian. Mungkin, Boby akan termotivasi dengan Andre yang
tiba-tiba bisa naik drastis nilainya, dan mencoba untuk meningkatkan
kualitasnya untuk bisa berkompetisi dengan Andre, serta hubungan pertemanannya
pun masih bertahan sampai mereka lulus.
Kesimpulan :
Berfikir objektif merupakan berfikir berdasarkan
fakta. Nilai kebenarannya diterima secara universal, dan kebenarannya pun bisa
dipertanggung jawabkan. Allah memerintahkan kita untuk berfikir seperti ini.
Dampaknya kita akan menemukan kebenaran dan juga tidak ada potensi untuk
menyebarkan fitnah, karena kan kita mempercayai suatu informasi tsb dengan
benar. tidak asal telan bulat-bulat, atau tidak hanya berdasarkan subjek
tertentu saja.
Sedangkan berfikir subjektif, merupakan berfikir
berdasarkan apa kata orang, nilai kebenarannya tidak dapat dipertanggung
jawabkan. Dan ini juga merupakan suatu hal yang dilarang oleh Allah. Seperti
yang sudah dijelaskan diatas.
So, subjetive or objective?? It's all in your hand.
Mudah-mudahan pembahasan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman pembaca,
sekaligus bisa menjadi bahan untuk saling bertukar pikiran. Tentunya ilmu saya
sangatlah sedikit, dan yang sudah pasti yang lebih mengetahui mengenai segala
hal ialah Allah swt. Semoga kita diberikan ilmu pengetahuan yang bisa
bermanfaaat bagi banyak orang.
Kalau ada kata-kata
atau hal-hal yang salah, mohon dimaafkan. Saya senantiasa menuggu kritik yang
membangun dari sobat bloggers yang baik hati. Karena umar bin khattab r.a. pun
pernah mengatakan “orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan
kesalahanku”.
if u have a comment or a critic about this article, please leave a comment below.
Terimakasih, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Note : cerita diatas merupakan cerita fiktif yang ditujukan untuk bisa mengambil hikmah dari kedua cerita tersebut. Jika ada nama, kesamaan sifat, dll, mohon untuk lebih di hayati kembali, apakah kita melakukan hal tsb atau tidak. Think again!!
Comments
Post a Comment