Skip to main content

Berfikir objektif (1) Objektif vs. Subjektif


“Apa Lo bilang! gua nyontek?? Lo jangan asal ngomong dong, mana buktinya!!!” Suara Andre yang sedang berdebat dengan Boby, terdengar jelas sampai keluar kelas.
“waduh, buktinya apa yah, Bu Prita kan tadi ngga ngasih tau buktinya” Sesaat Boby bergumam dalam hati. Namun gumaman itu tidak ia hiraukan. “Alah, udah ngaku aja, lo nyontek kan?? gue tau dari Bu Prita! Tadi pas lo lagi di kantin bu prita ngomong gitu ke gue, temen-temen kelas juga pada tau ko, mana mungkin Bu Prita bohong!” Boby langsung mengelak dengan nada melecehkan.
Dengan sedikit kesal Andre mencoba meyakinkan  “Lo ngga percaya banget Bob, ngapain juga gue bohong?? Ngapain juga gua nyontek?? Apa coba untungnya bagi gua??”.


“Yaelah ndreeeee,, udah jelas-jelas bu prita yang bilang kalo lo nyontek, pake ngelak segala lagi.. hhh” Boby menggelengkan kepala dengan senyum yang meledek.
“yaudah lah terserah lo deh Bob. Kalo lo ngga percaya sama gua, mending lo gausah anggep gua temen lo lagi!” Andre berjalan keluar kelas dengan wajah kesal dan kecewa dengan perilaku temannya..

Sejak saat itu hubungan pertemanan Andre dan Boby mulai renggang. Andre dan Boby yang dulunya berteman akrab, saling bertukar pikiran dalam memecahkan masalah, saling membantu ketika ada kesulitan. Karena masalah sepele itu, kini mereka seperi orang yang tidak saling mengenal. Saling acuh satu sama lain, ngga peduli apakah Andre lagi ada masalah, atau Boby lagi ada kesulitan. Dan Sampai kenaikan kelas, Andre tidak pernah terbukti menyontek pada ujian keseniannya.

****
Secuplik dialog tersebut, sengaja saya munculkan untuk menggambarkan animo masyarakat modern saat ini yang lebih mengarah kepada berfikir praktis, langsung menerima dengan bulat ketika menerima suatu informasi dari orang yang dipercaya olehnya, tanpa dilihat terlebih dahulu kebenaran dari informasi tsb.

Entah mengapa, peran yang dimainkan oleh Boby ini merupakan peran yang paling banyak peminatnya dikalangan masyarakat modern ini. Banyak masyarakat modern saat ini yang mengambil peran layaknya Boby. Dimana Boby langsung percaya terhadap apa yang dikatakan oleh Bu Prita, salah seorang guru di sekolahnya yang dianggap lebih tua dan dipercaya. Padahal, Boby sendiri belum tahu fakta dan buktinya. Dengan kata lain, banyak dari masyarakat kita yang berfikirnya tidak berdasarkan fakta, tapi berdasarkan pernyataan seseorang yang sudah dipercaya, tanpa melihat apakah yang dikatakan tsb merupakan peranyataan yang benar/tidak.

Ini yang biasa disebut sebagai berfikir subjektif, berfikir berdasarkan apa yang dikatakan oleh seseorang, tidak berdasarkan fakta yang ada. Kebalikan dari berfikir subjektif ialah berfikir objektif, berfikir objektif ialah berfikir yang berdasarkan fakta yang ada, dan secara logis bisa dipertanggung jawabkan. Perbedaan yang mencolok antara subjektif dan objektif bisa kita lihat pada cerita seorang anak Sekolah Dasar yang bisa menandingi kecerdasan Einstein.

Begini ceritanya.. Suatu hari, seorang anak SD menantang einstein untuk mengadakan sebuah penelitian. Keduanya melakukan penelitian yang sama, yakni membuktikan apakah merokok bisa menimbulkan penyakit atau justru menimbulkan kesehatan (rokoknya itu rokok konvensional/rokok yg biasa di konsumsi). Keduanya melakukan penelitian dengan sangat teliti dan saksama. Hari demi hari mereka lalui di dalam laboratorium penelitian, mereka bekerja keras demi tercapainya hasil yang maksimal. Sampai ketika waktu penelitian sudah habis, mereka telah selesai  melakukan penelitiannya, terlihat keduanya sangat lelah dan sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan penelitian ini. Akan tetapi, ketika dipresentasikan hasilnya, hasil penelitian keduanya memiliki kesimpulan yang jauh berbeda. Einstein bilang bahwa merokok itu justru bisa menimbulkan kesehatan, sedangkan sang peneliti cilik menyimpulkan bahwa rokok akan menimbulkan banyak penyakit yang berbahaya. Dan untuk mengetahui respon masyarakat, hasil penelitian mereka dipublikasikan kepada masyarakat beserta orang yang menelitinya siapa.

Dan apa respon masyarakat mengenai hal ini??? 


Ada yang mempercayai hasil penelitian Einstein, dan ada juga yang mempercayai hasil penelitian sang peneliti cilik. Mereka yang mengatakan bahwa einstein benar beralasan, "karena yang melakukan penelitian ini sudah terpercaya, ilmunya sudah tingkat tinggi, sehingga tidak mungkin dia salah dalam meneliti, ngga bisa dibandinginlah sama anak SD". Sedangkan orang yang berpihak pada peneliti cilik, beranggapan bahwa apa yang dinyatakan oleh peneliti cilik ini benar, sedangkan apa yang dinyatakan oleh einstein ini salah. kebanyakan dari mereka berpendapat "masa iya rokok bisa menimbulkan kesehatan, belum ada sejarahnya broo!!"

Naahh,, Sudah bisa dipahami kan ya? yang mana yang subjektif, dan yang mana yang objektif? yang mengatakan bahwa Einstein itu benar merupakan orang yang subjektif, dan orang yang mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh peneliti cilik tsb merupakan hal yang benar merupakan orang yang objektif, karena melihat dari faktanya. tidak perduli siapa yang mengatakan itu. jika benar, ya benar. jika salah, ya salah. begitulah realitas subjektif dan objektif.

*****

Berbicara mengenai berfikir praktis dan subjektif, memang ini menjadi kebiasaan buruk masyarakat kita. Tapi sebetulnya, kita bisa saja bersikap praktis dan juga subjektif terhadap suatu informasi dari seseorang. Asalkaann,, yang kita “subjektifin” itu sudah mutlak benar, sudah pasti benar 100%. Seperti subjektif kita kepada Allah. Saya rasa tidak masalah jika kita subjektif terhadap Allah, karena memang, Allah itu Maha benar, dan pasti benar*. Akan tetapi, informasi yang kita terima ini datangnya dari manusia, yang relatif, bisa benar dan bisa juga salah, tidak ada yang bisa menjamin setiap manusia itu selalu benar. Jadi, ketika kita subjektif terhadap seseorang, maka belum tentu informasi yang disampaikan orang tersebut benar, bisa jadi salah. Kalo bahasa gampangannya sih “iya kalo yang dia omongin itu bener, lah kalo yang di omonginnya itu salah?? kan berabe, bisa jadi fitnah tuh!”.

Sehingga, ketika kita berfikir subjektif, akan berdampak kepada ketidakjelasan suatu informasi, bisa jadi informasi itu benar, dan bisa jadi tersebut salah. Bahkan, mungkin informasi tsb merupakan fitnah. Tentu hal ini tidak kita inginkan. Tentu kita tidak ingin menjadi seorang yang mempercayai fitnah. Bukan begitu?? Tapi masalahnya tidak sampai disitu saja, yang menjadi masalah terberat adalah, ketika kita mempercayai suatu fitnah, maka akan kita sangat berpotensi untuk menyebarkan fitnah tsb.

Bukankah fitnah lebih kejam daripada pembunuhan??

Pikiran memengaruhui perilaku.

Setiap apa yang difikirkan oleh manusia, suatu saat akan diaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang sudah dikemukakan oleh Dr. Ibrahim Elfiky di dalam bukunya yang berjudul Terapi Berpikir Positif,  dia mengemukakan bahwa pikiran memengaruhui perbuatan, “pikiran positif akan menghasilkan perbuatan yang positif” begitu pula sebaliknya, pikiran negatif akan menghasilkan perbuatan negatif”.

Seperti contoh, ketika seseorang berpikiran bahwa dia tidak akan mendapatkan nilai yang bagus tanpa menyontek, maka perilakunya akan mengarah kesana. Dia akan malas belajar, dan akan mengandalkan “keahlian” menyonteknya untuk mendapatkan nilai yang bagus.

Setiap perilaku, akan mengarah kepada apa yang dipikirkannya.

Hal ini juga yang dialami oleh Boby, bagaimana perilaku boby dipengaruhi oleh pikirannya. Ketika boby percaya dan membenarkan apa yang dikatakan oleh Bu Prita, maka dia berperilaku sedemikian rupa (tidak percaya kepada Andre, menganggap andre pencontek, dsb.)

Dari pemaparan diatas, saya hendak menunjukkan bahwa apa yang dipikirkan oleh Boby, menghasilkan perbuatan. Artinya, dampak yang dihasilkan oleh berpikir subjektif ini tidak hanya sebatas pemikiran saja (fitnah), tapi sampai ke tataran dampak perilaku (Dampak fisik)

Dan apa dampak secara fisik dari berfikir subjektif yang dilakukan oleh Boby?? Ya, pertemanan antara Boby dan Andre menjadi kacau, mereka yang tadinya berteman dekat, jadi renggang, mereka yang tadinya saling akrab, jadi tidak mengenal satu sama lain. Sehingga secara logis, sudah jelas bahwa berfikir subjektif akan berdampak pada keburukan. Dan pasti, ketika sesuatu itu mengarah pada keburukan, akan dilarang. Dan larangan ini pasti disepakati oleh semua manusia, karena secara fitroh, manusia akan menjauhi apa kesengsaraan.

Mengenai larangan ini, Allah sudah memerintahkan kita untuk tidak berfikir subjektif. Hal ini tertuang di dalam Q.S 10:36 yang artinya :

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
(Q.S. Yunus : ayat 36)

Dan ini juga tertuang dalam Q.S. 17:36, yang artinya :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”
(Al-Isra : ayat 36)

Dari kedua ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah melarang kita untuk berperilaku subjektif, dan memerintahkan kita untuk berbuat yang sebaliknya, yakni bersikap objektif. Bahkan di dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan kita untuk berbuat objektif secara umum. Artinya, berperilaku objektif harus di tempatkan di setiap hal. Tidak hanya pada hal tertentu saja.


Saya jadi membayangkan, seandainya Boby memandang informasi yang diberikan oleh Bu Prita dengan objektif, mungkin tidak akan terjadi dampak yang demikian. Mungkin, Boby akan termotivasi dengan Andre yang tiba-tiba bisa naik drastis nilainya, dan mencoba untuk meningkatkan kualitasnya untuk bisa berkompetisi dengan Andre, serta hubungan pertemanannya pun masih bertahan sampai mereka lulus.

Kesimpulan :


Berfikir objektif merupakan berfikir berdasarkan fakta. Nilai kebenarannya diterima secara universal, dan kebenarannya pun bisa dipertanggung jawabkan. Allah memerintahkan kita untuk berfikir seperti ini. Dampaknya kita akan menemukan kebenaran dan juga tidak ada potensi untuk menyebarkan fitnah, karena kan kita mempercayai suatu informasi tsb dengan benar. tidak asal telan bulat-bulat, atau tidak hanya berdasarkan subjek tertentu saja.

Sedangkan berfikir subjektif, merupakan berfikir berdasarkan apa kata orang, nilai kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Dan ini juga merupakan suatu hal yang dilarang oleh Allah. Seperti yang sudah dijelaskan diatas.

So, subjetive or objective?? It's all in your hand.

Mudah-mudahan pembahasan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman pembaca, sekaligus bisa menjadi bahan untuk saling bertukar pikiran. Tentunya ilmu saya sangatlah sedikit, dan yang sudah pasti yang lebih mengetahui mengenai segala hal ialah Allah swt. Semoga kita diberikan ilmu pengetahuan yang  bisa bermanfaaat bagi banyak orang.

Kalau ada kata-kata atau hal-hal yang salah, mohon dimaafkan. Saya senantiasa menuggu kritik yang membangun dari sobat bloggers yang baik hati. Karena umar bin khattab r.a. pun pernah mengatakan “orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku”.

if u have a comment or a critic about this article, please leave a comment below.

Terimakasih, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Note : cerita diatas merupakan cerita fiktif yang ditujukan untuk bisa mengambil hikmah dari kedua cerita tersebut. Jika ada nama, kesamaan sifat, dll, mohon untuk lebih di hayati kembali, apakah kita melakukan hal tsb atau tidak. Think again!!

Comments

Popular posts from this blog

Permainan Bola Tangan

Tau ngga sih?? Apa nama alat ukur jarak tempuh pada kendaraan bermotor?

3D Rotational Matrix (Matriks rotasi 3 dimensi) Roll, Pitch, dan Yaw